Pasuruan, pojok kiri
Polemik soal tak terbayarnya piutang sewa Plaza Bangil membuat legislatif bertanya-tanya. Kemarin (19/5), wakil rakyat tersebut memanggil Disperindag dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan, untuk memberikan penjelasan.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan, Fauzi menguraikan, pemanggilan tersebut untuk meminta kejelasan. Tidak hanya runtutan persoalan tersebut. Tetapi juga sejauh mana upaya penagihan yang dilakukan Pemkab Pasuruan.
Pasalnya, tak tertagihnya piutang itu, jelas menjadi masalah. Setiap tahun muncul dalam laporan keuangan dan menjadi catatan BPK. “Kami ingin tahu, seperti apa sebenarnya persoalannya,” kata Fauzi.
Kepala Disperindag Kabupaten Pasuruan, Diano Vela Fery Santoso mengungkapkan, piutang sewa bangunan perukoan milik pemerintah daerah, tercatat mencapai Rp 37 miliar. Jumlah tersebut terhitung dari beberapa tempat. Selain Plaza Bangil juga dari Terminal Pandaan dan ruko di wilayah Pasar Puwosari.
Hanya memang, yang paling parah, berada di Plaza lama dan baru Bangil. Mencapai Rp 32 miliar yang belum tertagih. Persoalan ini muncul, setelah pihak pedagang enggan untuk membayar sewa sejak 2012 lalu.
Itu setelah kerjasama atau konsesi oleh pihak ketiga berakhir. Sehingga, asset bangunan tersebut harusnya dikembalikan ke pemerintah daerah. “Tapi kenyataannya, ada pedagang yang merasa kalau memiliki. Bahkan, mereka punya hak milik. Ini yang akhirnya memunculkan masalah tersebut,” ungkap dia.
Ia menambahkan, berbagai upaya sudah dilakukan. Bukan hanya sosialisasi. Tetapi juga penagihan. Bahkan, sejak 2017 lalu, pemerintah daerah akhirnya menggandeng kejaksaan untuk melakukan penagihan.
“Karena upaya kami tidak mampan. Sebagian besar pedagang enggan untuk membayar,” tukasnya.
Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan, Khasani menguraikan, piutang tersebut memang membebani daerah. Karena, dalam neraca keuangan, masuk pendapatan. Padahal, uangnya tidak ada. “Selama menjadi piutang, tetap akan menjadi beban,” jelasnya.(yus)